Kisruh persepakbolaan Indonesia sepertinya sudah mencapai klimaksnya. Berbagai opini bermunculan sebagai bentuk pernyataan bahwa “sayalah sang pahlawan sepakbola Indonesia”. Mungkin terkesan berlebihan kalau dalam tulisan ini, penulis menyebutnya demikian, tetapi demikianlah kesimpulan yang terbaca saat ini oleh penulis melalui berbagai artikel ataupun berita pada berbagai media. Pihak yang berseteru dalam kancah persepakbolaan Indonesia ini masing-masing merasa sebagai “sang mesiah” persepakbolaan nasional dan melontarkan berbagai tudingan bahwa pihak yang lainnya sebagai penghancur sepakbola.
Pencinta sepakbola tanah air…..!
Melalui berbagai kisruh yang terjadi pada persepakbolaan nasional, banyak hal yang sebenarnya bisa kita petik sebagai bahan pelajaran. Sepakbola hanya sebagai alat bangsa untuk menunjukkan harkat dan martabat bangsa di dunia internasional. Tetapi, yang lebih penting daripada itu, sepakbola juga merupakan sarana untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, sebagai alat, sepakbola juga bisa menjadi sumber yang mempengaruhi keutuhan bangsa dan memecah belah bangsa ini menjadi berbagai golongan. Sepakbola dijadikan mesin politik bagi siapapun yang terlibat di dalamnya.
Pencinta sepakbola tanah air….!
Semua pihak yang terlibat dalam kekisruhan sepakbola ini, semuanya menggunakan berbagai peraturan dan hukum sebagai alasan untuk membenarkan kepentingannya. Masing-masing merasa menjadi pencinta aturan dan hukum dan menuduh pihak yang lainnya sebagai penjahat sepakbola. Pihak-pihak yang bertikai berusaha ber-adu argumen untuk melegalkan apa yang dilakukannya dengan menggunakan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, STATUTA, dan peraturan-peraturan yang lainnya yang berhubungan dengan olahraga dan sepakbola. Semua peraturan dinterpretasikan sesuai dengan keinginan masing-masing supaya golongannya disebut sebagai sang penyelamat sepakbola dari apa yang mereka sebut sebagai “tangan-tangan jahat yang bisa merusak citra permainan sepakbola”.
Pencinta sepakbola tanah air…….!
Tanpa kita sadari, sepakbola dijadikan sebagai sarana bagi sebagian golongan manusia yang lebih mencintai ambisi pribadi dan golongannya untuk mewujudkan keinginannya. Melalui sepakbola, masyarakat digiring untuk memiliki opini supaya cenderung kepada pihak tertentu dan menyudutkan pihak yang lainnya. Apakah kita tidak menyadari bahwa yang demikian merupakan politik “devide et impera” untuk memecah belah opini bangsa yang dilakukan oleh golongan yang justru lebih mencintai kekuasaan daripada keutuhan bangsanya sendiri.
Pencinta sepakbola tanah air…….!
Marilah kita tempatkan sepakbola pada tempat yang seharusnya, yaitu sebagai sarana untuk mempererat persatuan bangsa ini.
Marilah kita jadikan masa lalu sebagai bahan kajian untuk melakukan koreksi demi perbaikan persepakbolaan nasional yang bermartabat tanpa harus merusak tatanan bangsa.
Marilah kita melepaskan diri dari kecenderungan terhadap sesuatu golongan dan duduk bersama-sama mendiskusikan apa yang harus dilakukan demi kebaikan bangsa.
Dengan tetap melanggengkan perpecahan, tidak akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik, dan tidak akan membuat sepakbola Indonesia menjadi lebih bermartabat. Justru, dengan adanya perpecahan, akan semakin merusak keutuhan bangsa, semakin merusak moral bangsa, bahkan akan membuat martabat bangsa hancur di mata dunia.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar